Unud & TNI AD: Kok Bisa Ada Apa-Apanya? Cari Tahu di Sini!
Heboh banget nih, guys! Ada berita tentang Universitas Udayana (Unud) yang bikin perjanjian kerja sama (PKS) sama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Komando Daerah Militer (Kodam) IX Udayana. Dokumen PKS ini bocor dan langsung jadi perbincangan panas. Kenapa bisa gitu? Katanya sih, isi perjanjiannya ini bisa ganggu kebebasan akademik di kampus. Wah, serius nih? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Ada Apa dengan Kerja Sama Unud dan TNI AD?¶
Jadi gini ceritanya, Unud itu universitas terkenal di Bali, ya kan? Nah, mereka ini ternyata diam-diam menjalin kerja sama sama TNI AD Kodam IX/Udayana. Kerja sama ini bukan cuma sekadar ngobrol-ngobrol biasa, tapi beneran dituangkan dalam dokumen resmi, nomornya B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025. Dokumen ini penting banget karena isinya itu mengikat kedua belah pihak untuk melakukan sesuatu bersama.
Perjanjian ini udah disahkan sejak tanggal 5 Maret 2025, tapi kok ya baru diumumin ke publik tanggal 26 Maret 2025 lewat Instagram resmi Unud. Agak telat ya? Mungkin ada maksud tertentu, atau mungkin juga emang baru sempat di-publish. Yang jelas, begitu diumumin, langsung deh rame!
Mahasiswa Unud Langsung Bereaksi!¶
Enggak lama setelah PKS ini beredar luas di tanggal 26 Maret 2025, mahasiswa Unud langsung kasih respons keras. Mereka kayaknya enggak setuju banget sama kerja sama ini. Bentuk protesnya macem-macem, salah satunya bikin petisi online di Change.org. Judul petisinya juga tegas banget: “Kampus Bukan Barak : Cabut Kerja Sama Universitas Udayana dengan TNI AD!”. Petisi ini diinisiasi sama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Unud tanggal 30 Maret 2025. Wah, BEM FH langsung bergerak cepat nih!
Petisi ini kayaknya ampuh juga, lho. Buktinya, sampai tanggal 2 April 2025 sore, udah lebih dari 13 ribu orang yang tanda tangan! Banyak banget kan? Ini nunjukkin kalau isu ini emang beneran jadi perhatian banyak orang, khususnya mahasiswa Unud.
Ketua BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra, bilang kalau penolakan ini muncul karena mahasiswa khawatir sama masuknya militer ke kampus. Mereka pengen kampus itu tetap jadi tempat yang netral dan bebas dari kepentingan pihak manapun. Kampus kan seharusnya tempatnya orang belajar dan mikir bebas, bukan malah jadi kayak barak militer, gitu kali ya maksudnya.
Klausul Kontroversial dalam PKS¶
Nah, yang bikin mahasiswa khawatir itu ternyata ada beberapa pasal dalam perjanjian kerja sama ini. Salah satu yang paling disorot itu pasal 7 tentang pertukaran data dan informasi. Di pasal ini, Kodam IX/Udayana kayaknya bisa minta data penerimaan mahasiswa baru. Loh, kok bisa sampai minta data mahasiswa baru? Ini yang bikin mahasiswa bertanya-tanya, data ini mau dipake buat apa?
Selain itu, ada juga poin tentang pelatihan bela negara dan pembinaan teritorial yang bakal dilakuin Kodam IX/Udayana di kampus Unud. Poin ini ada di pasal 8 ayat 2 perjanjian. Pelatihan bela negara sih kayaknya masih oke ya, buat nambah semangat nasionalisme. Tapi kalau pembinaan teritorial di kampus, ini yang agak bikin bingung. Kampus kok dibina teritorialnya? Teritorial itu kan biasanya urusan wilayah, bukan kampus.
Katanya, kerja sama ini sebenernya didasarin sama nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sama Panglima TNI tahun 2023. Jadi, kayaknya ini bukan inisiatif Unud sendiri, tapi emang ada arahan dari pusat. Tapi tetep aja, mahasiswa kayaknya masih belum sreg.
Kata Dosen Ilmu Politik Unud¶
Menanggapi polemik ini, ada dosen Ilmu Politik Unud, namanya Efatha Filomeno Borromeu Duarte, ikut angkat bicara. Dia bilang kampus itu harusnya jadi tempat buat nalar berkembang. Soal kekhawatiran mahasiswa tentang militer masuk kampus, menurut dia, masalahnya bukan di militernya, tapi lebih ke cara ngaturnya.
“Militer masuk kampus bukan masalah. Masalahnya, kita sering tidak tahu bagaimana cara mengaturnya,” kata Pak Efatha.
Dia mikir, kalau Unud bisa mastiin tiga hal: transparansi, kesetaraan, dan kontrol sipil, kerja sama ini justru bisa bagus buat demokrasi dan ilmu pengetahuan. Jadi, intinya harus ada aturan yang jelas dan semua pihak harus transparan, biar kerja sama ini enggak kebablasan.
Trauma Sejarah yang Belum Hilang¶
Pak Efatha juga ngingetin kita sama sejarah kelam hubungan sipil dan militer di masa lalu. Dulu, kampus itu dijaga ketat sama militer, ruang diskusi malah dikawal. Jadi, meskipun niatnya baik, langkah militer masuk kampus itu pasti bakal bikin orang inget sama trauma masa lalu yang belum sepenuhnya hilang.
“Setelah ditelusuri, masalahnya, bukan karena kerja sama ini dilakukan secara terburu-buru atau sporadis. Justru karena ia diumumkan tanpa kerangka narasi yang kokoh, ia dianggap menabrak ruang publik seperti truk tanpa rem, secara prosedural memang legal, tapi secara psikologis bikin panik. Ini bukan soal surat-menyurat atau tanda tangan, ini soal sensitivitas memori kolektif bangsa terhadap militerisasi ruang sipil,” jelas Pak Efatha.
Dia bilang, kerja sama kayak gini harusnya dilihat sebagai narasi etis yang kuat dan niat transparansi yang jelas. Kalau enggak, bisa timbul krisis kepercayaan yang susah diperbaiki. Wah, dalem banget nih kata-katanya Pak Efatha.
Batasan yang Harus Jelas¶
Salah satu poin perjanjian yang disorot itu soal Kodam IX Udayana bisa ngirim peserta didik buat kuliah S1, S2, dan S3 di Unud. Menurut Pak Efatha, itu sebenernya boleh-boleh aja. Tapi, yang penting batasannya harus jelas. Sah secara hukum aja enggak cukup, harus sah juga secara etika.
Batasan yang dia maksud itu, militer enggak boleh ngatur-ngatur kurikulum kampus, apalagi sampai nilai mahasiswa. Kampus itu punya aturan dan standar sendiri. Militer juga enggak boleh mempengaruhi ideologi dan tujuan akademik mahasiswa. Kampus harus tetep jadi tempat yang bebas dan independen.
Selain itu, Pak Efatha juga nyaranin harus ada kesepakatan soal jumlah mahasiswa dari TNI per angkatan. Jangan sampai mahasiswa dari TNI malah jadi dominan di kampus. Mahasiswa dari masyarakat umum juga harus diseleksi secara adil, jangan ada yang dapet privilege karena institusinya. Semua harus sama di mata hukum dan akademik.
Soal pasal 7 tentang pertukaran data dan informasi, Pak Efatha juga wanti-wanti. Data itu penting banget, apalagi di era digital kayak sekarang. Data pribadi itu representasi identitas, ekspresi kebebasan, dan bagian dari hak asasi digital. Jadi, kalau data diserahin ke pihak lain atas nama kerja sama, harus ada kendali yang jelas. Jangan sampai kampus malah jadi alat kontrol yang enggak disadari.
“Maka ketika data diserahkan atas nama efisiensi atau kemitraan, tapi tanpa kendali yang jelas, kampus bukan lagi penjaga kebebasan tetapi ia berubah jadi operator kontrol yang tak disadari,” kata Pak Efatha lagi.
Kalau kerja sama ini beneran jalan, pendidikan di kampus harus tetep sesuai sama nilai-nilai akademik. Kampus itu benteng ilmu. Kalau militer mau belajar di kampus, ya ajarin aja mereka dengan baik, dengan keberanian, nalar, dan tanggung jawab akademik. Jangan malah kampus yang kebawa arus militerisme.
Klarifikasi dari Pihak Unud¶
Karena rame banget diperbincangkan, akhirnya pihak Unud kasih klarifikasi. Tanggal 31 Maret 2025, mereka posting di Instagram resmi @univ.udayana. Intinya, Unud bilang fokus mereka itu pendidikan karakter dan kebangsaan, bukan militerisasi kampus. Mereka pengen ngelurusin isu yang berkembang di masyarakat.
Unud ngejelasin kalau PKS ini itu tindak lanjut dari MoU antara Kemendikbudristek sama TNI yang udah ditandatangani tahun 2023. Tujuannya buat mewujudkan sinergisitas di bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Jadi, ini emang program nasional, bukan cuma inisiatif Unud aja.
Rektor Unud, I Ketut Sudarsana, juga negasin kalau kerja sama ini enggak bakal bawa praktik militer ke kampus. Tapi lebih ke penguatan pendidikan karakter dan bela negara buat mahasiswa, biar lebih disiplin dan punya wawasan kebangsaan yang kuat.
“Kami ingin meluruskan bahwa kerja sama ini tidak akan mengintervensi ruang akademik atau kebebasan berpikir di kampus. Seluruh program kerja sama akan bersifat edukatif, terbuka, dan partispatif,” kata Pak Rektor Sudarsana.
Ketua Unit Komunikasi Publik Unud, Ni Nyoman Dewi Pascarani, juga bilang hal yang sama. Menurutnya, kerja sama ini tujuannya buat ningkatin pendidikan dan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sama kayak kerja sama Unud sama instansi lain, kayak kepolisian, kejaksaan, atau pemerintah daerah. Unud emang sering kerja sama sama berbagai pihak, termasuk swasta.
Soal kekhawatiran mahasiswa tentang Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), Bu Dewi Pascarani ngeklaim enggak ada unsur kemiliteran sama sekali dalam kegiatan kampus. Unud punya aturan sendiri dan enggak bakal biarin ada intervensi dari pihak manapun, termasuk TNI.
Ruang lingkup PKS ini, sesuai pasal 2 dokumen perjanjian, meliputi pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat). Bentuk kegiatannya macem-macem, mulai dari koordinasi program, peningkatan SDM, penelitian, pertukaran data dan informasi, kampanye bela negara, sampai kegiatan kerja sama lain yang disepakati bersama.
Vedro Imanuel Girsang ikut bantu nulis artikel ini. Keren!
Gimana menurut kalian guys soal kerja sama Unud dan TNI AD ini? Pro atau kontra nih? Coba dong kasih pendapat kalian di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar