Rektor Unisba: Nggak Bener Tuh Polisi-TNI Razia di Kampus!
Bandung memang selalu jadi sorotan, apalagi kalau sudah menyangkut mahasiswa dan demonstrasi. Belum lama ini, tepatnya pada Senin malam, 1 September 2025, suasana di sekitar Jalan Tamansari, Kota Bandung, sempat memanas gara-gara kericuhan yang terjadi pasca-demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Kabar burung pun bertebaran, salah satunya menyebutkan kalau aparat dari TNI dan Polri sampai masuk ke area kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) untuk melakukan razia.
Namun, kabar itu langsung dibantah keras oleh Rektor Unisba sendiri, Bapak Harits Nu’man. Beliau menegaskan bahwa tidak ada satu pun aparat, bahkan yang berpakaian preman sekalipun, yang menginjakkan kaki ke dalam wilayah kampus. Jadi, gosip itu dipastikan nggak bener alias hoax belaka. Ini penting banget buat menjaga kepercayaan publik dan juga citra institusi pendidikan, lho.
Kericuhan di Bandung: Apa yang Sebenarnya Terjadi?¶
Kericuhan yang terjadi pada Senin malam itu memang cukup menyita perhatian. Setelah seharian penuh mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, rupanya suasana tidak langsung mereda begitu saja. Meski para pendemo sudah membubarkan diri sekitar pukul 17.00 WIB, entah kenapa kericuhan justru pecah di jalanan yang berdekatan dengan kampus Unisba.
Rekaman CCTV di sekitar lokasi juga sempat menjadi bahan perbincangan, menunjukkan dinamika yang terjadi di tengah malam itu. Informasi simpang siur memang sangat cepat menyebar, apalagi di era digital sekarang. Oleh karena itu, klarifikasi langsung dari pihak berwenang seperti Rektor Unisba ini jadi sangat krusial untuk meluruskan fakta yang ada di lapangan.
Bantahan Tegas dari Rektor Harits Nu’man¶
Dalam konferensi pers yang diadakan di kampus Unisba pada Selasa, 2 September 2025, Rektor Harits Nu’man dengan tegas membantah semua tudingan. Beliau bilang, “Saya mengkoordinasi dengan teman-teman di bawah, dan saya lihat pantauan di sini, kami tidak melihat aparat kepolisian walaupun berpakaian preman masuk ke area kampus.” Ini adalah pernyataan yang sangat jelas dan tidak ambigu, menepis semua spekulasi yang beredar.
Menurut Harits, kericuhan yang terlihat di sekitar kampus itu murni melibatkan para demonstran. “Itu murni semuanya demonstran, ya saya sebutkan, pendemo, yang tadi disweeping masuk ke area kampus,” tambahnya. Pernyataan ini memberikan gambaran bahwa apa yang terjadi di dalam kampus adalah dinamika antar-pendemo yang mencari perlindungan atau konsolidasi, bukan karena intervensi dari aparat keamanan. Ini menunjukkan otonomi kampus tetap terjaga.
Peran Unisba sebagai Posko Medis Kemanusiaan¶
Meskipun membantah adanya razia, Rektor Harits Nu’man tidak menampik bahwa Unisba memang sempat dijadikan posko penanganan medis. Posko ini didirikan untuk membantu para peserta aksi yang membutuhkan pertolongan pertama atau penanganan medis dasar setelah demonstrasi. Ini adalah bentuk kepedulian Unisba sebagai institusi pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Harits menjelaskan, “Proses penanganan korban itu berakhir pada jam 20.30. Jam 20.30 sampai jam 21.00 itu masih ada korban yang napasnya masih sesak dan lemas.” Jadi, posko medis ini beroperasi secara aktif hingga pukul sembilan malam untuk memastikan semua korban mendapatkan bantuan. Setelah semua peserta aksi yang terluka berhasil ditangani dan dijemput keluarganya, posko medis Unisba pun resmi ditutup pada pukul 21.00 WIB. Ini membuktikan bahwa kehadiran mahasiswa di dalam kampus setelah jam tersebut bukan lagi untuk pengobatan, melainkan dinamika lainnya.
Misteri Pemicu Kericuhan: Siapa di Balik Blokade Jalan Tamansari?¶
Meski demikian, penyebab pasti kericuhan yang terjadi hingga dini hari itu masih menjadi pertanyaan besar. Rektor Harits mengaku pihaknya juga masih mencari informasi detail mengenai hal tersebut. “Kami coba mencari informasi kenapa kerusuhan bisa terjadi sampai dini hari. Pendemo itu pulang jam 17.00 dari Gedung DPRD ke kampusnya masing-masing,” ujarnya. Ada celah waktu yang cukup panjang antara bubarnya demo dan pecahnya kericuhan, yang membuat situasi ini makin misterius.
Harits menduga kuat bahwa kericuhan ini dipicu oleh adanya blokade jalan yang dilakukan oleh kelompok tak dikenal di beberapa titik strategis di kawasan Jalan Tamansari. Lokasi-lokasi yang menjadi titik blokade meliputi Taman Radio, Purnawarman, Simpang Harian Banga atau Ranggadading, hingga di depan gedung LPPM dan fakultas di Jalan Tamansari. Kelompok inilah yang dicurigai menjadi pemicu utama keributan tersebut.
Kesaksian dari Universitas Pasundan: Bukan Hanya Unisba¶
Tidak hanya Unisba, Universitas Pasundan (Unpas) yang juga berlokasi di Bandung, turut menjadi saksi bisu dan bahkan titik kumpul massa. Kepala Unit Keamanan Kampus Universitas Pasundan, Bapak Rosid, juga memberikan kesaksian serupa. Beliau menegaskan bahwa tidak ada aparat kepolisian maupun TNI yang masuk ke dalam kawasan kampus Unpas.
“Tidak ada yang masuk, hanya lewat,” kata Rosid. Ia menjelaskan bahwa patroli yang terlihat hanya bertugas membubarkan massa yang memblokade jalan, bukan untuk masuk ke dalam kampus. Rosid menambahkan bahwa Unpas memang sengaja membuka gerbangnya atas perintah pimpinan untuk alasan kemanusiaan, menjadikannya titik kumpul dan evakuasi bagi peserta aksi. Ini menunjukkan solidaritas antar-kampus dalam menyikapi situasi genting seperti ini.
mermaid
graph TD
A[Demo di Gedung DPRD Jabar] --> B{Bubaran Pukul 17.00 WIB};
B --> C[Peserta Aksi Pulang ke Kampus Masing-masing];
C -- Beberapa Jam Kemudian --> D[Blokade Jalan Tamansari oleh Kelompok Tak Dikenal];
D --> E[Kericuhan Pecah di Area Tamansari];
E --> F{Kabar Aparat Masuk Kampus?};
F -- "Tidak!" --> G[Rektor Unisba Bantah Tegas];
F -- "Tidak!" --> H[Kepala Keamanan Unpas Bantah Tegas];
E --> I[Unisba & Unpas Jadi Posko Medis/Evakuasi Kemanusiaan];
Diagram Alur Peristiwa Kericuhan di Tamansari, Bandung
Membedah Isu Keamanan Kampus: Batasan Otoritas dan Otonomi¶
Isu tentang aparat keamanan yang masuk ke area kampus memang selalu sensitif di Indonesia. Ini bukan kali pertama isu semacam ini muncul ke permukaan. Sepanjang sejarah, kampus di Indonesia memiliki otonomi yang kuat, sering disebut sebagai “menara gading” yang steril dari intervensi militer atau polisi. Konsep ini berakar pada semangat reformasi dan pergerakan mahasiswa yang menjadi pilar perubahan di negeri ini.
Kampus dianggap sebagai ruang bebas akademik, tempat di mana ide-ide kritis berkembang dan kebebasan berekspresi dijunjung tinggi. Oleh karena itu, kehadiran aparat berseragam di dalamnya seringkali dianggap sebagai pelanggaran terhadap otonomi ini. Reaksi cepat dari Rektor Unisba dan Kepala Keamanan Unpas membuktikan betapa pentingnya menjaga batas-batas ini demi keberlangsungan iklim akademik yang sehat.
Sejarah Panjang Hubungan Kampus dan Aparat¶
Hubungan antara kampus dan aparat keamanan di Indonesia punya sejarah yang panjang dan berliku. Di masa Orde Baru, intervensi militer di kampus seringkali terjadi, memicu perlawanan sengit dari mahasiswa dan akademisi. Setelah reformasi 1998, ada kesepakatan tak tertulis untuk menghormati otonomi kampus, menjadikan wilayah universitas sebagai zona “damai” yang tidak boleh diintervensi oleh kekuatan militer atau polisi tanpa izin khusus dari pihak rektorat.
Kasus yang terjadi di Bandung ini menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap isu tersebut masih sangat tinggi. Pernyataan rektor yang spontan dan tegas bukan hanya sekadar klarifikasi, melainkan juga penegasan kembali komitmen untuk melindungi otonomi kampus. Ini penting untuk memastikan mahasiswa merasa aman dan bebas dalam menyuarakan pendapatnya tanpa ketakutan akan intimidasi dari pihak luar.
Mengapa Isu Razia di Kampus Begitu Sensitif?¶
Sensitivitas isu razia atau kehadiran aparat di kampus tidak hanya karena masalah otonomi, tetapi juga karena trauma masa lalu. Di banyak negara, kampus seringkali menjadi benteng terakhir bagi kebebasan berpikir dan kritik terhadap kekuasaan. Ketika benteng ini diusik, ada kekhawatiran bahwa kebebasan akademik dan ruang untuk berdemokrasi akan terkikis.
Selain itu, informasi yang tidak terverifikasi seringkali memicu kepanikan dan memperkeruh suasana. Di era media sosial, sebuah kabar bisa menyebar dengan sangat cepat, bahkan sebelum kebenarannya bisa dikonfirmasi. Inilah mengapa klarifikasi langsung dari pimpinan universitas menjadi sangat penting, untuk mencegah rumor berkembang liar dan menimbulkan gejolak yang lebih besar di masyarakat. Transparansi dan kecepatan dalam memberikan informasi faktual adalah kunci untuk meredam potensi konflik.
Pentingnya Komunikasi dan Koordinasi¶
Melihat dinamika yang terjadi, komunikasi dan koordinasi antara pihak universitas, aparat keamanan, dan elemen masyarakat menjadi sangat vital. Jika memang ada potensi kericuhan di sekitar kampus, idealnya ada jalur komunikasi yang jelas untuk berkoordinasi. Misalnya, bagaimana pihak kepolisian bisa membantu mengamankan situasi tanpa harus masuk ke dalam wilayah kampus, atau bagaimana universitas bisa berperan sebagai mediator.
Peristiwa di Bandung ini bisa jadi pelajaran berharga. Bahwa menjaga kondusifitas bukan hanya tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama. Kampus memiliki peran moral dan edukatif, sementara aparat memiliki tugas menjaga ketertiban. Dengan komunikasi yang baik, kedua belah pihak bisa saling menghormati batas dan menjalankan fungsinya masing-masing tanpa harus menimbulkan gesekan atau kesalahpahaman. Ini adalah fondasi penting untuk menjaga stabilitas sosial di tengah dinamika demokrasi.
Dampak Kericuhan dan Langkah ke Depan¶
Kericuhan, siapa pun pelakunya, selalu meninggalkan dampak yang tidak menyenangkan. Selain kerugian materiil seperti fasilitas umum yang rusak atau sampah yang berserakan, kericuhan juga bisa menimbulkan ketakutan dan rasa tidak aman di masyarakat. Para pedagang kecil di sekitar lokasi mungkin kehilangan pendapatan, dan aktivitas warga bisa terganggu.
Universitas, sebagai pusat pendidikan dan riset, juga terkena imbasnya. Citra kampus bisa sedikit terganggu, meskipun dalam kasus ini Unisba dan Unpas sudah melakukan klarifikasi yang kuat. Penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat keamanan, dan pimpinan kampus, untuk duduk bersama mengevaluasi kejadian ini. Tujuannya adalah untuk mencari solusi jangka panjang agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Pendidikan demokrasi dan dialog konstruktif harus terus diutamakan.
Harapan untuk Masa Depan yang Kondusif¶
Kita semua tentu berharap agar Kota Bandung, sebagai salah satu kota pendidikan terkemuka di Indonesia, selalu dalam kondisi aman dan kondusif. Mahasiswa adalah agen perubahan, dan kritik mereka terhadap pemerintah adalah bagian dari demokrasi yang sehat. Namun, kritik harus disampaikan dengan cara yang damai dan tidak merusak. Kekerasan, dari pihak mana pun, tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Semoga kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Bahwa ada batasan yang harus dihormati, ada komunikasi yang harus dibangun, dan ada tujuan bersama untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Mari kita jaga kampus sebagai tempat belajar dan berdiskusi yang aman, dan jalanan sebagai ruang publik yang tertib untuk semua.
Gimana nih menurut kamu tentang peristiwa di Bandung ini? Apa pendapatmu tentang isu otonomi kampus dan peran aparat keamanan? Yuk, bagikan pandanganmu di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar